Sabtu, 02 Desember 2017

macam - macam hak kekayaan intelektual

Haki
Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mempidanakan tiga kasus pelanggaran kekayaan intelektual sepanjang 2015 hingga awal 2016.

Proses ini merupakan tindak lanjut dari berbagi aksi penggerebekan, penyitaan dan inspeksi mendadak yang digelar Ditjen KI.

Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Ditjen Kekayaan Intelektual Salmon Pardede mengatakan pihaknya telah memperkarakan tiga kasus besar ke kepolisian, hingga ke meja hijau. Mereka adalah pelanggar KI yang masih saja melakukan aktivitas ilegal meski sudah diberi tahu secara tulisan, lisan dan penyitaan barang.

Ketiga kasus tersebut antara lain pembajakan cakram optik VCD dan DVD di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat, pelanggaran hak merek dupa di Bali dan kasus plagiat casing handphone di Batam.

“Ketiga kasusnya sudah running di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Denpasar, dan Pengadilan Negeri Batam,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.

Dengan adanya penangkapan itu, dia mengklaim pihaknya dapat menyelamatkan kerugian yang harus didera oleh negara,

Mengutip hasil studi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuaan, dampak pemalsuan terhadap perekonomian di Indonesia pada 2014 hingga paruh pertama 2016 mencapai Rp65,1 triliun.

Nilai kerugian tersebut merujuk pada tujuh sektor industri yang meliputi: Obat-obatan (3.8 %); Makanan & Minuman (8.5%); Kosmetik (12.6 %); Software (33.5 %); Barang dari Kulit (37.2 %); Pakaian (38.9 %); dan Tinta Printer (49.4 %).

Salmon menambahkan kasus pelanggaran hak cipta, hak paten, hak merek, indikasi geografis dan desain industri memang harus diberantas hingga ke akar secara kontinyu. Pasalnya, pembajakan terhadap karya KI ini sama seperti narkoba. Artinya, pelaku dapat mengeruk keuntungan yang sangat besar.

Sebagai bentuk pencegahan, Ditjen KI melakukan edukasi dan sosialiasi ke berbagai lapisan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Pihaknya bekerja sama dengan Kantor Wilayah KI dan Gubernur di setiap daerah.

Sosialisasi dilakukan di sekolah, universitas, perkampungan dan simpul ekonomi seperti pasar dan pusat perbelanjaan. Langkah tersebut, ujar dia, setidaknya dapat menekan aksi pembajakan kekayaan intelektual.

“Baru-baru ini kami pasang spanduk denda pelanggaran KI di ITC Glodok, ITC Mangga Dua dan Lippo Karawaci,” imbuhnya.

Adapun jumlah laporan pelanggaran KI yang diterima oleh Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa pada Januari hingga Mei 2016 sebanyak 23 laporan. Mayoritas laporan terkait dengan pelanggaran Merek (17 laporan), pelanggaran paten (2 laporan), hak cipta (1 laporan) dan desain industri (3 laporan).



Dalam Isilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) seringkali kita mendengar istilah Pelanggaran Hak Cipta. Lalu apa sebenarnya pengertian dari perbuatan yang Melanggar Hak Cipta itu sendiri ? Sebagaimana dikutip dari (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), 2006) suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak ekslusif dari pencipta atau pemegang hak cipta. Lalu apakah hak ekslusif itu ? Yaitu hak yang hanya dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin kepada orang lain untuk menggunakan ciptaannya sedangkan menurut literatur dari wikipedia adalah "hak untuk menyalin suatu ciptaan".



Jadi menurut pengertian diatas, seseorang yang menyalin suatu ciptaan tanpa izin kemudian memperbanyaknya merupakan sebuah tindakan pelanggaran Hak Cipta seseorang.

Hak eklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (Inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) adalah sebagai bentuk penghargaan atas hasil karya/kreativitasnya agar orang lain dapat terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), 2006) (BBO/ACS).
Hak paten
Liputan6.com, Jakarta - Nokia mengajukan tuntutan kepada Apple terkait masalah paten teknologi yang digunakan Apple di banyak produknya. Produk Apple dinilai telah melanggar beberapa paten milik Nokia.
Paten Nokia apa yang telah dilanggar Apple? Menurut Nokia, ada 32 hak kekayaan intelektual yang dipakai Apple tanpa seizin perusahaan asal Finlandia tersebut.
Nokia mengajukan tuntutan pelanggaran 32 paten teknologi terhadap Apple di Munchen, Jerman dan Texas, AS. Tuntutan paten ini antara lain paten teknologi display, user interface, software, antena, cipset, dan video coding.

"Apple menolak tawaran dari kami untuk melakukan kesepakatan atas paten Nokia yang telah digunakan di banyak produk Apple," ujar Nokia sebagaimana dikutip dari laman Telecom Lead, Minggu (25/12/2016).

Menariknya, Apple dan Nokia pernah menandatangani perjanjian penggunaan paten pada 2011 silam.

Lebih lanjut, Head of Patent Business Nokia Ilkka Rahnasto mengatakan, pihak Nokia akhirnya mengambil tindakan untuk membawa hal ini ke ranah hukum.

"Padahal kami sudah bernegosiasi dalam beberapa tahun ini. Kami mengambil tindakan untuk memperjuangkan hak kami," ungkap Rahnasto.

Nokia telah menghabiskan investasi sebesar 115 miliar euro untuk mengembangkan teknologi selama 20 tahun terakhir. Paten yang dimilikinya telah banyak digunakan untuk teknologi smartphone, tablet, PC, dan perangkat sejenis lainnya.

Hak merk
Bisnis.com, JAKARTA  -  Pemilik sah merek Primagama telah melayangkan somasi kepada pihak-pihak yang menggunakan merek tersebut tanpa izin.

Purdi E. Chandra selaku pemilik sah merek Primagama menyatakan pihaknya telah mengeluarkan surat somasi kedua kepada pihak-pihak yang telah menggunakan merek Primagama tanpa izin dari pemilik sah.

Henry Indraguna selaku kuasa hukum Purdi menegaskan akan memidanakan pihak-pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran hak merek.

“Kami telah melayangkan surat somasi kedua kepada pihak- pihak yang menggunakan merek Pirmagama tanpa hak.  Kami berharap, pihak- pihak tersebut dapat memenuhi tuntutan kami untuk tidak lagi menggunakan merek Primagama dalam kegiatan bisnis mereka,”  ujar Henry dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Sabtu (22/4/2017).

Menurutnya, pihaknya memberikan batas waktu hingga 30 April 2017 mendatang kepada pihak-pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran untuk segera menghentikan segala jenis perikatan dengan pihak lain yang mengklaim serta merasa memiliki hak atas merek Primagama, serta mengakui bahwa Purdi E. Chandra merupakan pemilik sah atas merek Primagama sesuai surat Dirjen Haki.

Apabila sampai batas waktu yang ditentukan pihak-pihak tersebut masih menggunakan merek Primagama, ujarnya, maka kliennya akan mengajukan laporan pidana, bahkan mengancam menyebarluaskan data diri pihak terkait ke media baik cetak maupun elektronik agar diketahui masyarakat luas.

“Hingga hari ini merek Primagama itu masih milik klien kami Purdi E. Chandra dan juga masih terdaftar secara resmi di Dirjen HAKI,” tegasnya. 

Lebih lanjut, dia mengungkapkan pemilik sah merek Primagama beserta kuasa hukum telah berupaya menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan, tetapi tidak membuahkan hasil, dan akhirnya menempuh jalur hukum. Pasalnya, pelanggaran itu diklaim telah merugikan kliennya secara materi, dan non materi.

Berdasarkan penjelasannya, upaya Purdi menempuh jalur hukum untuk menangani dugaan pelanggaran hak merek itu juga mendapatkan dukungan dari sekitar tiga ratusan cabang Primagama yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Desain industri
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan akan menggandeng berbagai pihak untuk membongkar berbagai aksi pelanggaran hak desain industri yang kini marak terjadi di Indonesia. Hal ini menindak lanjuti gugatan Perkumpulan Sanitary Indonesia (Persando) terkait pembatalan 94 desain industri produk sanitary.

Airlangga mengungkapkan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) secara konsisten akan menelusuri jaringan pembajakan desain industri, khususnya yang berbasis di Indonesia. Untuk itu, pihaknya akan menggandeng Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Bea Cukai, dan Kepolisian.

"Kita bahas bahwa desain itu di-copy, dan copy itu barang impor, yang kita sedang perhatikan kelemahannya di mana. Kemenperin akan kerja sama dengan Kemendag, Bea Cukai," ujar dia di Kantor Kemenperin, Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Airlangga mengungkapkan, selama ini memang marak terjadi pelanggaran hak cipta produk di industri ini. Contohnya pada produk desain keramik dan peralatan sanitary yang diproduksi di Indonesia.

Menurutnya, aksi pelanggaran hak cipta semacam ini harus diberantas karena sangat merugikan perekonomian nasional. Pasalnya, aksi pembajakan ini akan membuat para pelaku usaha kapok dan tidak mau berbisnis di Indonesia. "Jadi perlindungan terhadap penyelundupan penting, pada keramik, peralatan sanitary dan lain-lain. Kita akan bahas," kata dia.
Sebelumnya, Persando, PT Surya Toto Indonesia (Tbk) dan PT Onda Mega Industri telah mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk pembatalan pendaftaran desain industri terhadap enam pelaku usaha yang memproduksi dan menjual produk sanitary. Persando beranggotakan 21 perusahaan, yang mempekerjakan sekitar 400 ribu tenaga kerja.

Para penggugat merupakan produsen produk sanitary dengan berbagai merek seperti Toto, Pill Carlo, Vicenzzo, Dellaberto, Bandini, Giovani, Onda, Dcota, dan Perruno yang telah didaftarkan atau dipublikasikan di Kanada, Jepang, dan Prancis.

Kuasa Hukum Persando, Niki Budiman mengatakan, ketiga penggugat adalah pihak yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan yang sesuai dengan Pasal 38 ayat 1 UU Desain Industri.

Sedangkan keenam pelaku usaha yang digugat adalah Aleksy Bagoes, Syamsul Syah Alam, Rani Liono, Mulyadi, Steffi Bullianto, dan Santo Setiawan. Selain itu, para penggugat juga menyertakan Direktorat Desain Industri sebagai turut tergugat.

"Desain produk-produk sanitary yang diproduksi dan dijual para tergugat dan didaftarkan di Direktorat Desain Industri tidak memiliki nilai kebaruan," kata dia.

Menurut Niki, desain industri atas nama para tergugat yang dipersoalkan dalam perkara tersebut sebanyak 94 sertifikat.  Sertifikat desain tersebut tidak memenuhi syarat kebaruan (lack of novelty) dan telah menjadi milik umum (public domain).

"Keberadaan sertifikat tersebut telah menimbulkan kerugian bagi para penggugat yang notabene adalah produsen produk sanitary nasional yang tidak lagi dengan bebas memproduksi, memperdagangkan, dan mendistribusikan produk miliknya. Desain industri para tergugat telah didaftarkan di Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jepang, dan Selandia Baru. Pasti ada yang tidak beres," jelas dia. (Dny/Gdn)

Geografis
Saat ini di Indonesia sudah ada 31 produk kekayaan khas dari daerah yang sudah memiliki sertifikat Indikasi Geografis. Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Dan berikut ini adalah 31 indikasi geografis tersebut:

1. Kopi Arabika Kintamani Bali, pemegang hak Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Kintamani Bali
2. Champagne, pemegang hak Committee Interprofessional Du Vin De Champagne
3. Mebel Ukir Jepara, pemegang hak Jepara Indikasi Geografis Produk -Mebel Ukir Jepara
4. Lada Putih Munthok, pemegang hak Badan Pengelola, pengembangan dan Pemasaran Lada Provinsi Bangka Belitung
5. Kopi Arabika Gayo, pemegang hak Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo
6. Pisco, pemegang hak perwakilan diplomatik Kedutaan Besar Peru di Indonesia
7. Tembakau Hitam Sumedang, pemegang hak Pemkab Sumedang
8. Tembakau Mole Sumedang, pemegang hak Pemkab Sumedang
9. Parmigiano Reggino, pemegang hak Consarzio Del Formaggio, Italy
10. Kangkung Lombok, pemegang hak Asosiasi Komoditas Kangkung Lombok
11. Madu Sumbawa, pemegang hak Jaringan Madu Hutan Sumbawa
12. Beras Adan Krayan, pemegang hak Asosiasi Masyarakat Adat Perlindungan Beras Adan Krayan
13. Kopi Arabika Flores Bajawa, pemegang hak Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Bajawa
14. Purwaceng Dieng, pemegang hak Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Purwaceng Dieng
15. Carica Dieng, pemegang hak Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Carica Dieng
16. Vanili Kep. Alor, pemegang hak Asosiasi Petani Vanili Kepulauan Alor
17. Ubi Cilembu Sumedang, pemegang hak Asosiasi Agrobisnis Ubi Cilembu
18. Salak Pondoh Sleman, pemegang hak Komunitas Perlindungan Indikasi Geografis Salak Pondoh Sleman
19. Minyak Nilam Aceh, pemegang hak Forum Masyarakat Perlindungan Nilam Aceh
20. Kopi Arabika Java Preanger, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Kopi Arabika Java Preanger
21. Kopi Arabika Java-Raung, pemegang hak Perhimpunan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis
24. Bandeng Asap Sidoarjo, pemegang hak Forum Komunikasi Tambak Sidoarjo
25. Kopi Arabika Toraja, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Kopi Arabika Toraja
26. Kopi Robusta Lampung, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Kopi Robusta Lampung
27. Tembakau Srinthil Temanggung, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Tembakau Srinthil Temanggung
28. Mete Kubu Bali, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Mete Kubu Bali
29. Gula Kelapa Kulonprogo Jogja, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Gula Kelapa Kulonprogo Jogja
30. Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing, pemegang hak Masyarakat Perlindungan IndikasiGeografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing
31. Kopi Arabika Sumatera Simalungun, pemegang hak Himpunan Masyarakat  Kopi Arabika Sumatera Simalungun

Rahasia dagang
Secara historis Indonesia telah cukup lama mengenal sistem hukum tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Pada mulanya, sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual ini menerapkan aturan-aturan yang berlaku pada jaman penjajahan Belanda. Beberapa dari aturan-aturan ini kemudian diadopsi oleh Pemerintah Indonesia merdeka disamping aturan-aturan yang dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada saat itu praktis hanya hukum mereklah yang diatur dan dituangkan dalam UU No. 21 Tahun 1961, sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai paten dan hak cipta produk hukum Belanda dinyatakan tidak berlaku. Berkembangnya sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual di dunia, terutama sekali dikarenakan berubahnya prinsip-prinsip dagang di dunia. Komoditas yang diperdagangkan tidak hanya berupa barang-barang hasil bumi ataupun setengah jadi melainkan produk-produk jadi di mana Hak Kekayaan Intelektual melekat pada produk-produk tersebut.

Untuk itulah pada tahun 1982 Pemerintah Indonesia membuat UU tentang Hak Cipta (Copyright), dan untuk pertama kalinya Indonesia mulai mengatur bidang Hak Kekayaan Intelektual selain merek. Dengan makin ketatnya syarat-syarat berdagang antarnegara, terutama sekali untuk kepentingan negara-negara tujuan ekspor Indonesia, Pemerintah Indonesia mulai melengkapi sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual tersebut.

Sejak Indonesia meratifikasi perjanjian WTO (World Trade Organization) dan di mana dalam perjanjian internasional tersebut, termuat pula hal-hal yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual yang dituangkan dalam TRIP's (Trade Related Aspects on Intellectual Properties), Indonesia wajib melengkapi aturan-aturan mengenai bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Rahasia dagang (trade secret)

Undang-Undang tentang Rahasia Dagang ini baru diundang-undangkan pada 20 Desember 2000 dalam UU No. 30/2000, sehingga secara efektif Undang-Undang ini belum berlaku terutama yang berhubungan dengan pencatatan lisensi dan pengalihan hak Rahasia Dagang karena institusi yang menangani masalah ini saat ini belum terbentuk. Sesuai dengan ketentuan umum yang ada dalam UU Rahasia Dagang, bidang ini berada dalam kewenangan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

Lingkup dari Rahasia Dagang menurut pasal 2 disebutkan bahwa lingkup perlindungan Rahasia Dagang adalah meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memi-liki nilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakan umum. Secara mudah, Rahasia Dagang adalah segala bentuk informasi yang tidak diungkapkan (undisclosed informations) yang memiliki nilai ekonomis dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Syarat lain adalah Rahasia Dagang ini haruslah dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. Upaya untuk melindungi kerahasiaan ini tentu saja haruslah memenuhi standar-standar baku tentang perlindungan atas Rahasia Dagang ini. Batasan dari kerahasiaan ini menurut UU adalah tidak diketahui umum oleh masyarakat. Dengan kata lain, sepanjang informasi tersebut berada dalam lingkup dan pengawasan dari pemilik Rahasia Dagang, maka informasi tersebut adalah merupakan Rahasia Dagang.

UU Rahasia Dagang ini tidak memerinci bentuk-bentuk informasi yang merupakan Rahasia Dagang dan tampaknya akan diserahkan kepada praktek hukum. UU Rahasia Dagang ini mewajibkan setiap bentuk pengalihan hak dan lisensi Rahasia Dagang ini dicatatkan pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

Mengenai tata cara, biaya, apa yang dimuat dalam dalam permintaan pencatatan pengalihan hak atau lisensi ini, UU tidak mengaturnya dan diserahkan kepada Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, UU dalam penjelasannya menyatakan bahwa yang wajib dicatat adalah hanya mengenai data yang bersifat administratif saja dan tidak mencakup substansi dari Rahasia Dagang tersebut. Sampai saat tulisan ini dibuat, institusi atau badan yang berwenang di lingkungan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual ini belum terbentuk.

Tata Letak terpadu
Hak kekayaan Intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objekdalam HAKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan Intelektual manusia. Sistem HAKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya Intelektualnya atau tidak. Hak Eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HAKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi.

Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan bagian dari temuan yang didasarkan pada kreativitas intelektual manusia yang menghasilkan fungsi elektronik. Sedangkan pngertian Sirkuit Terpadu sendiri adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. Desain tata letak sirkuit terpadu adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang kurangnya dari elemen terasebut adalah elemen aktif sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi teraebut dimaksudkan untuk pemuatan sirkuit terpadu.

Subyek DTLST yaitu penemu desain tata letak sirkuit terpadu disebut pendesain. Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. Dengan demikian yang memperoleh hak atas suatu desain selain pendesain adalah yang menerima hak tersebut dari pendesain. Yang berhak memperoleh hak DTLST adalah pendesain, atau beberapa pendesain dalam hal bekerja bersama (Pasal 5). Pasal 6 menjelaskan bahwa yang dalam hal hubungan dinas yaitu pegawai negeri dan instansi terkait  adalah instansi  yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar suatu desain yang dibuat berdasarkan pesanan , misalnya instansi pemerintah, tetap dipegang oleh instansinya selaku pemesan, kecuali diperjanjikan lain. Ketentuan ini itidak mengurangi hak pendesain untuk mengkalim haknya apabila DTLST digunakan untuk hal-hak di luar hubungan kedinasan tersebut. Bila DTLST dibuat atas hubungan kerja, yaitu hubungan di lingkungan swasta, atau hubungan individu dengan pendesain,  orang yang membuat adalah pendesain dan pemegang hak, kecuali diperjanjikan lain.

Obyek DTLS yang dilindungi adalah yang orisinial. Yang dimaksud dengan orisinal adalah apabila desain tersebut merupakan hasil karya pendesain itu sendiri dan bukan merupakan tiruan dari hasil karya pendesain lain. Artinya desain tersebut merupakan hasil karya mandiri pendesain. dan, pada saat desain itu dibuat bukan merupakan hal yang umum bagi para pendesain. Selain orisinal desain itu harus mempunyai nilai ekonomis dan dapat diterapkan dalam dunia industri secara komersial.

Perlindungan hukum atas desain tata letak sirkuit terpadu, bertujuan untuk mamajukan sektor industri dan merangsang minat peneliti dan pendesain untuk lebih kreatif dan secara ekonomis desain meteka dapat memeberikan konstribusi bagi menambah penghasilanbilama desain mereka digunakan untuk kepentingan industri.

Untuk dapat melaksankan pendaftaran hak desain tata letak sirkuit terpadu, pada saat ini pemerintah menunujuk departemen kehakiman dak hak asasi manusia direktorat jendral hak kekayaan intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang hak kekayaan intelektual.

Sumber


Rabu, 26 April 2017

pengelolaan limbah di jerman

Perkembangan Teknologi Terbaru di Jerman untuk Mengatasi Pencemaran Lingkungan


BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
           Peningkatan populasi manusia dan kebutuhan manusia yang semakin banyak serta perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya beberapa masalah pencemaran lingkungan. Pada dasarnya lingkungan mampu mendaur ulang berbagai jenis limbah yang dihasilkan oleh makhluk hidup akan tetapi jika konsentrasi limbah yang dihasilkan tidak sebanding dengan laju proses daur ulang maka akan terjadi pencemaran. Pada negara-negara dunia ketiga dan berkembang masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah yang serius karena sistem pengendalian pencemaran dan pengolahan limbah yang tidak memadai. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut masih fokus pada pertumbuhan perekonomian guna peningkatan kesejateraan masyarakat. Namun hal tersebut tidak terjadi pada negara-negara maju yang perekonomiannya jauh lebih baik. Pada negara-negara maju seperti Jerman telah memiliki sistem pengendalian pencemaran dan pengelolaan limbah yang baik.
           Pada awalnya Jerman memiliki sistem pengendalian pencemaran yang baik. Banyak terjadi permasalahan lingkungan seperti permasalahan sampah. Pemerintahan Jerman menyadari bahwa masalah-masalah lingkungan ini harus segera ditanggani  sehingga mulai tahun 1972 pemerintahan Jerman membuat peraturan mengenai pembuangan, pengelolaan limbah, sistem daur ulang yang terus diperbaharui hingga saat ini. Selain dukungan dari pemerintah yang baik, masyarakat Jerman memiliki kesadaran yang cukup tinggi dalam mentaati peraturan- peraturan pemerintah, sehingga pada saat ini Jerman memiliki sistem pengendalian pencemaran lingkungan yang baik.  Di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas. Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal berupa ‘slag’ yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya dikonversikan, dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan.

1.1              Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penulisan ilmiah ini adalah bagaimana proses pengelolaan sampah di jerman. Perumusan masalah lainnya yaitu bagaimana menetapkan jenis apa saja yang dikelola.

1.1              Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan agar pembahasan tidak menyimpang jauh dari persoalan yang ada. Pembatasan masalah dalam penulisan ilmiah ini yaitu:
1.        Pembahasan tentang teknologi yang dipakai untuk mengelola sampah di Jerman.
2.        Tingkat kesadaran masyarakat di Jerman untuk mengelola sampah.

Tujuan Penelitian
Penulisan ilmiah ini memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
1.      Mempelajari cara pengelolaan sampah di Jerman.
2.      Mempelajari jenis jenis sampah yang bisa dikelola menjadi produk yang mempunyai daya jual.


Rabu, 11 Januari 2017

tugas jurnal industri



Introduction

This report provides a profile of workplace health and safety in the Manufacturing1 sector.
Broadly speaking Manufacturing includes activities that involve the physical or chemical transformation of materials, substances or components into new products. Outputs may be finished products (ready for use) or semi-finished in the sense that it is to become an input for further manufacturing. The 2007 Standard Industrial Classification (SIC) divides manufacturing into 24 divisions. For the purpose of this report, to ensure reliable statistical estimates, these 24 divisions have been grouped into 6 broad activity groups:

g   Manufacture of food and drink products (SIC 10 and 11).
g   Manufacture of non-metallic products (SIC 16,17,22,23,31), covering manufacture of:
o     wooden products;
o     pulp paper and converted paper products;
o     rubber and plastic products;
o     other non-metallic products such as glass, ceramics, brick, cement and plaster;
o     furniture.
g   Manufacture of chemical and pharmaceutical products (SIC 19-21), covering manufacture of :
o     coke and refined petroleum products (e.g. petrol refinery);
o     manufacture of chemicals and chemical products, which includes the transformation of organic and inorganic raw materials by a chemical process;
o     basic pharmaceutical products and preparations.
g   Manufacture of metallic products (SIC 24,25) covering the manufacture of basic metals and fabricated
metal products (except machinery and equipment).
g   Manufacture of transport and transport products (SIC 29,30), covering manufacture of motor vehicles, trailers and other transport equipment such as ships, boats, rail locomotives and rolling stock, air and spacecrafts.
g   Other manufacturing (SIC 12-15,18,26-28,32-33) including manufacture of:
o     Textiles, wearing apparels and leather and related products;
o     Tobacco products;
o     Printing and reproduction of recorded media;
o     Computer, electronic and optical products, electrical equipment and other machinery and equipment;
o     Repair and installation of machinery and equipment and other manufacturing.

The health and safety risks for workers in the sector will vary depending on the job being undertaken. Therefore, in addition to looking at health and safety outcomes across the sector as a whole, this report also considers outcomes for three occupational groups2 that are common across the sector (though not exclusive to the sector):

g   Skilled metal, electrical/electronic trades (SOC 52)

g   Textiles, printing and other skilled trades (SOC 54);
g   Process, plant and machine operatives (SOC 81).
The Manufacturing sector is a major employer accounting for around 8% of the UK workforce3. This report considers the current health and safety situation in the sector, focusing on three aspects:
1.        The scale and profile of work-related illness and injury in workers. A range of data sources is considered to allow a full assessment of the current health and safety situation. The most comprehensive data source for both work-related illness and workplace injury is the Labour Force Survey, a large scale, nationally representative survey of households. This is supplemented with a range of data from other sources (e.g. for injuries, statutory notifications of workplace injuries under the Reporting of Injuries, Diseases and Dangerous Occurrence Regulations (RIDDOR)) to ensure as complete a picture as possible.  More details on the data sources used can be found at Annex 1.
2.        The profile of workplace risks in the sector and the procedures and policies in place for managing these risks;
The impacts of health and safety failings in terms of working days lost, costs to society and enforcement action taken against employers within the sector.



sumber http://www.hse.gov.uk/statistics/industry/manufacturing.pdf
link ppt download https://drive.google.com/open?id=0B2jld-tv8RVgcWt6U19iR0x0alk